MEMOTRET TATA KELOLA EKONOMI ARAB SAUDI
Oleh : M. Hatta., SE., MSI
Sebagai sebuah negara yang setiap tahun menerima tamu Allah SWT, naik Haji kata orang Indonesia, tentunya telah menjadi "keberuntungan" (different advantage) tersendiri bagi Arab Saudi. Tidak kurang dari dua juta jiwa setiap tahunnya silih berganti datang ke makkah dan madinah. Dua buah kota suci ummat Islam yang jumlah pemeluknya mencapai 1,5 milyar lebih.
Dari sisi ekonomi, Arab Saudi telah dikenal luas sebagai negara terbesar dalam produksi minyak mentah (crude oil) di dunia. Di Tahun 2015 saja misalnya, produksi minyak mentah Arab Saudi mencapai 9,713 juta barel/hari.
Di tahun 2014, GDP Arab Saudi mencapai US$ 752,459 milyar. Dengan nilai GDP yang begitu besar, dan jumlah penduduk hanya 30.89 juta orang, GDP perkepalanya (perkapita) tergolong sangat tinggi yaitu sebesar US$24,406.
Cadangan devisa pun mencapai US$ 744,440 milyar (Total reserves, includes gold, current US$). Tidak salah kiranya jika Bank Dunia memasukkannya sebagai negara berpendapatan tinggi (high income non OECD).
Namun, bagaimana sesungguhnya bangunan riil perekonomian Arab Saudi?
Pertanyaan yang lebih penting lagi adalah Sudahkah bangunan ekonomi yang dibangun Arab Saudi sesuai dengan sunnah Nabi SAW, yang notabenenya adalah tempat kelahiran beliau?
Sistem moneter; Mata Uang
Sejak tahun 1950an, tepatnya 1953, Arab Saudi telah menerbitkan mata uang kertas (bank note) untuk pertama kalinya yang diberi nama riyal dengan sistem kurs fix exchange rate. Dimana US$ sebagai patokan (peg againts the US$) riyal. Artinya, pergerakan nilai mata uang riyal akan sangat berkaitan dg pergerakan mata uang dollar AS. Karenanya tidak heran jika uang riyal tampak stabil jika berhadapan dg dollar AS. Hanya saja, stabilitas tersebut bukanlah tanpa biaya. Arab Saudi wajib menyiapkan dollar AS dalam jumlah besar untuk bisa memastikan bahwa jumlah mata uangnya senantiasa mencukupi jika mata uang riyal dikonversi dengan dollar AS dalam suatu waktu.
Kebijakan fix exchange rate seperti ini sangatlah menguntungkan AS yang sangat mudah untuk mensupply dollar ke pasar dengan tangan hampa (tidak melakukan aktivitas ekonomi terlebih dahulu). Dalam kurun waktu tahun 2008 - 2015 saja, AS telah menambah supply dollar mencapai hampir US$ 3,7 triliun dengan sebutan quantitatif easing. Empat kali lebih besar dibandingkan dengan cadangan devisa Arab Saudi.
Dengan fakta U.S dollar yang demikian, Semestinya Arab Saudi hanya mau menerima emas sebagai harga dari minyak mentahnya, bukan lembaran kertas yang nyaris tanpa nilai sedikitpun seperti dollar AS.
Tercatat, aset cadangan emas Arab Saudi hanya sebesar SAR (Saudi Riyal) 1,624 milyar dari total devisa SAR 2,311 triliun.
Sudahlah menyalahi sunnah Nabi SAW dengan tidak menggunakan dinar dan dirham, kerugian dan kerusakan juga menimpa Arab Saudi secara nyata.
Tingkat Bunga Sebagai Kendali Keuangan dan Ekonomi
Sebagaimana halnya kebanyakan negara - negara di dunia, Arab Saudi mendasarkan pengendalian moneternya dengan suku bunga. Dalam hal ini, Arab Saudi menggunakan REPO Rate sebagai suku bunga acuan. Sejak awal tahun 2009 hingga sekarang otoritas moneter Arab Saudi (SAMA) menetapkan besaran suku bunga acuan sebesar 2%, turun 0,5% dari sebelumnya.
Untuk diketahui REPO atau Repurchase Options (agreement) adalah kesepakatan untuk membeli kembali instrument (surat berharga milik pemerintah) dalam periode relatif singkat (short term borrowing) yang telah dibeli oleh perbankan komersial dengan tingkat suku bunga acuan yang telah ditetapkan.
Adapun besaran tingkat suku bunga itu sendiri bergantung kepada tingkat penawaran uang yang dikehendaki oleh bank sentral dalam rangaka mengelola sistem moneter sebuah negara.
Mengapa Arab Saudi menjadikan REPO Rate sebagai kendali ekonomi dan keuangan? Bukankah transaksi tersebut secara nyata merupakan transaksi ribawi yang dilarang keras oleh Islam.
Bahkan, perbankan ribawi di arab saudi tumbuh subur dan menggurita. Seberapa suburnya perbankan ribawi di arab saudi bisa dilihat dari persentase interest margin to gross income (keuntungan bunga terhadap pendapatan kotor) yg hampir mencapai 70% setiap tahun.
Sebagai contoh adalah bank swasta yang bernama Saudi Britist Bank (SABB), keuntungan bersih bunga (net special commission income) tahun 2014 mencapai Saudi Riyal (SAR) 4,062 milyar. Di tahun sebelumnya, 2013, mencapai SAR 3,719 milyar.
Bank swasta lainnya yaitu Saudi Hollandi Bank (SHB), meraup keuntungan bunga bersih (net special commission income) mencapai SAR 1,966 milyar di tahun 2014. Di Tahun 2013 mencapai SAR 1,624 milyar.
Hal yang sama kita dapati pada bank Plat Merah yaitu National Commercial Bank (NCB). Pendapatan bersih bunga (net special commission income) tahun 2014 mencapai SAR 11,278 milyar dan tahun 2013 SAR 10,096 milyar.
Mengapa riba (bunga/interest) begitu tumbuh subur di Arab Saudi? Apakah sang Raja tidak mengetahui keharamannya? Begitu sulitkah bagi sang Raja mengambil kebijakan untuk melarang seluruh transaksi ribawi di Saudi?
Terjangkit Hutang
Meskipun Arab Saudi sebagai surganya minyak mentah, namun ternyata tidak serta merta membawa kemandirian dan kekuatan bagi kerajaan tersebut. Sebagaimana dapat kita lihat dari jejak rekam Arab Saudi dalam hal berhutang. Padahal, jumlah penduduk yang harus diberikan pelayanan tidaklah sebesar jumlah penduduk negara lain yang hanya berjumlah lebih kurang 30 juta jiwa.
Tahun 2014, hutang Arab Saudi sebesar 1,5% terhadap GDP. Di tahun 2015 telah mencapi 4% terhadap GDP. Diperkirakan besaran hutang akan semakin meningkat hingga 10%, 17%, dan 44% di tahun 2016, 2017, dan 2020 jika harga minyak mentah masih tetap bertahan di harga terendahnya.
Jauh sebelum tahun 2014, Arab Saudi sebenarnya sudah terjebak dengan hutang dan bahkan sangat parah. Tepatnya pada tahun 1999 yang mencapai 103.50% terhadap GDP.
Hutang sejatinya akan sangat mengganggu kedaulatan bagi sebuah negara. Apalagi hutang tersebut diambil dengan jalan transaksi ribawi. Dimata manusia dan negara lain menjadi rendah, dan di mata Allah SWT menjadi hina.
Tidak sampai disitu saja, sebagai salah satu cara untuk menutup hutang tersebut, Arab Saudi juga telah mempertimbangkan untuk menjual (privatisasi) Saudi Arabian Oil Co (ARAMCO).
Mengambil Pelajaran
Di mata banyak masyarakat, Arab Saudi sesungguhnya adalah negara yang telah mewakili atau representasi sebuah negara Islam yang ideal. Terlebih para pemimpin kerajaan tersebut seringkali secara aktif menyematkan dan mengkampanyekan bahwa kerajaan tersebut sebagai penjaga dua tanah suci ummat Islam.
Namun siapa sangka, tata kelola ekonominya sangatlah jauh dari Islam. Menyimpang dari al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Lantas bagaimana dengan sistem pemerintahannya yang berbentuk kerajaan, apakah juga menyimpang dari al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW?
Imam Bukhori, An Nasa’I, Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya menyatakan bahwa pada suatu hari Marwan bin Hakam berkhotbah di Masjid Madinah. Waktu itu ia menjadi Gubernur Hijaz yang ditunjuk oleh Mu’awiyah. Ia berkata:
إن الله قد أرى أمير المؤمنين في ولده يزيد رأيًا حسنًا وإن يستخلفه فقد استخلف أبو بكر وعمر، وفي لفظ: سنة أبي بكر وعمر
"Sesungguhnya Allah ta’ala telah memperlihatkan kepada Amir-u’l-Mu’minin (yakni Muawiyah) pandangan yang baik tentang Yazid, anaknya. Ia ingin menunjuk nya (Yazid bin Mu’awiyah) sebagai khalifah sebagaimana Abu Bakar dan ‘Umar telah memberikan kekuasaan, dalam lafadz lain: (sebagaimana) sunnah Abu Bakar dan Umar.
Abdurrahman bin Abu Bakar berkata:
سنة هرقل وقيصر، وإن أبا بكر والله ما جعلها في أحد من ولده ولا أحد من أهل بيته، ولاجعلها معاوية إلا رحمة وكرامة لولده
"Ini sunnah Hiraqlius dan Kaisar. Demi Allah, Abu Bakar tidak pernah menunjuk salah seorang anaknya atau salah seorang keluarganya untuk menjadi khalifah. Tidak lain Muawiyah hanya ingin memberikan kasih-sayang dan kehormatan kepada anaknya."
Nabi saw. berpesan:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ بَعْدِيْ تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Kalian harus berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Khulafaur Rasyidin setelah aku. Berpegang teguhlah padanya dan gigitlah dengan gigi geraham (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi dan dinyatakan sahih oleh al-Hakim. Dia berkata, “Berdasarkan syarat dua kitab Shahih [Bukhari dan Muslim]”.
Wallahu’alam bi ash-shawab
Post a Comment